Draf rencana pembaruan tarif listrik untuk pemanasan global di Indonesia merupakan satu langkah turun dan tidak menarik bagi pengembang.
Pemerintah Indonesia sedang merancang rencana tarif listrik panas bumi baru, yang akan diatur dengan Peraturan Presiden (Perpress). CNBC Indonesia. Rencana baru untuk proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi tampaknya tidak memuaskan pasar atau pengembang negara tersebut. Para pengembang menganggap rencana baru yang ditawarkan pemerintah itu kurang menarik. Ada banyak diskusi dan tantangan terkait rencana tarif di Indonesia karena kami melaporkannya.
Dalam perancangan rencana tarif panas bumi baru ini, pemerintah akan menggunakan skema plafon harga yang terbagi dalam dua tahap. Pada fase pertama, 10 tahun kedua setelah operasi fase pertama, tagihan listrik turun dengan mempertimbangkan faktor lokasi harga listrik panas bumi dalam 10 tahun pertama.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Bryander Effendi mengatakan parameter utama dari fee tersebut adalah pengembalian yang adil atas nilai proyek sejalan dengan risiko yang dihadapi pengembang.
Dari segi fee, parameter kuncinya adalah pendapatan proyek yang wajar sejalan dengan risiko yang diambil pengembang, ”ujarnya kepada CNBC Indonesia akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan, ada tiga rencana tarif panas bumi, pertama ekspansi, lalu flat (flat / tidak berubah), menyimpang seperti yang diusulkan pemerintah saat ini.
Menurut pengembangnya, proyek apa pun yang diambil akan tetap menarik selama bisa melengkapi keekonomian proyek.
“Tentu yang terbaik adalah rencana ekspansi, yang kecil di depan dan besar di belakang. Nanti disesuaikan dengan daya beli (daya beli) masyarakat,” jelasnya.
Menurut dia, skema yang diusulkan pemerintah saat ini kurang menarik karena fee awal lebih rendah dan selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 11.
“Kalau proyek yang diusulkan sekarang kurang menarik, maka forward rate-nya akan turun terus turun di tahun ke-11. Ini jauh dari keekonomian proyek yang diharapkan pengembang,” ujarnya.
Sebelumnya, usulan terkait rencana tarif panas bumi baru sudah disampaikan Harris, Dirjen Panas Bumi, Dirjen EPDK, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Harga panas bumi pakai harga plafon, harga dibagi dua tahap. 10 tahun pertama memperhitungkan faktor lokasi,” jelasnya seraya menambahkan setelah 10 tahun pertama tagihan listrik turun.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, patokan harga tertinggi pada tahap pertama atau dalam 10 tahun pertama PLDP ini akan berlaku untuk semua kemampuan dengan mempertimbangkan faktor lokasi.
Faktor lokasi adalah tingkat kesulitan pelaksanaan proyek di suatu wilayah. Selain itu, ketentuan harga beli listrik akan dinilai maksimal tiga tahun.
Terkait pelaksanaan pembelian listrik, akan ada penunjukan langsung untuk perluasan PLDP dan kelebihan daya. Selain itu, penunjukan langsung berupa pekerjaan juga digunakan untuk membeli listrik dari PLDP.
Jangka waktu kontrak pembelian elektronik dapat mencapai 30 tahun dan transaksi dilakukan dengan nilai tukar JISDOR dalam Rupee.
Sumber: CNBC Indonesia Melalui Olinia